DUL KEMIT THE SERIES 74
Dul Kemit Curang, 70% Pendukungnya Hengkang
Sejak konflik Dul Kemit dengan guru-guru mencuat sampai ke PHI dan dimenangkan guru-guru, borok dan kecurangan Dul Kemit semakin terkuak. Akibatnya banyak pendukung yang hengkang meninggalkannya.
Tak tanggung-tanggung, sekitar 70% donatur yang berhenti, menyetop donasinya kepada pesantren Dul Kemit. Jumlah yang sangat signifikan. Banyak dari mereka, baik grass root maupun pentolan koordinator tak percaya lagi kepada Dul Kemit.
Mereka tahu bagaimana Dul Kemit menumpuk harta, proteksi kepada keluaga. Bahkan keserakahannya untuk menggagahi pesantren sebagai miliknya pun sudah mengisu panas di kalangan mereka.
Selain dari kelakuan Dul Kemit, yang membuat mereka tak lagi mendukung adalah perilaku anak sulungnya, Gus Memet. Anak yang digadang-gadang menjadi pangeran pesantren pewaris singgasana perkyaian ini cidra, tuna, cacat di mata mereka.
Satu yang paling mencolok adalah suka main perempuan. SUKA KAWIN. Di saat para pendukung bertungkus lumus mencari setoran, ibaratnya kepala dipakai kaki dan kaki dipakai kepala, tak mengenal waktu, eh…. dianya justru bersenang-senang bersama empat istrinya.
Informasi dari berbagai sumber membuat mata mereka mampu melihat, telinga mereka mampu mendengar, dan hati mereka mampu merasa. Fakta ini menjadi bumerang. Mereka tahu akal belut dan akal kobra, alias akal berbisanya Dul Kemit.
Mereka sudah banyak yang sadar. Pendukung pun hengkang. Dampaknya, pemasukan dana ke pesantren Dul Kemit berkurang. Para koordinator tingkat propinsi, kalau partai semacam DPD, tak lagi bisa mengandalkan donasi dari anggota terstrukturnya.
Untuk mengatasi berkurangnya income, mereka, para coordinator, beralih haluan dengan membentuk yayasan anak yatim. Dengan yayasan tersebut, mereka mengumpulkann donasi dari para dermawan di luar anggota donatur terstruktur.
***
Banyak kisah pilu yang dialami oleh pendukung Dul Kemit. Seorang alumni menceritakan dan mengeluhkan bagaimana kekejaman manajemen Dul Kemit. Ayahnya adalah pengikut yang taat. Sesuai dengan keahliannya, dia ditugaskan sebagai pengemudi mobil pesantren.
Tugas harianya adalah mengantar pengurus atau petugas khusus pesantren ke suatu tempat yang dihajatkan karena suatu urusan. Saat sedang mengemudi, kejadian naas menimpanya. Ia mengalami kecelakaan yang cukup parah.
Dalam kecelakaan itu, ia selamat. Namun, mobilnya rinsek, tak berbentuk. Anehnya, ia bukannya mendapat perlindungan dan kesejahteraan, seperti bpjs atau santunan sejenisnya, justru ia diskors dari tugasnya. Masya Allah, teganya.
Yang berikut ini lain lagi ceritanya. Ia seorang koordinator tingkat wilayah di Jawa. Ia bersama pimpinannya sedang bermusyawarah membahas program. Agenda pembahasannya adalah penggalangan dana.
Sebagai prolog dan arahan, sang ketua menyampaikan program yang hendak digulirkan. Yakni Pengajuan proposal dan mengamplop melalui yayasan yang dibentuknya sebagai alibinya. Karena dianggap tidak mendidik, maka sang koordinator menolak.
Dengan bahasa yang disusun sedemikian rupa ia menyampaikan argumen penolakan. Sebagai solusi penolakannya ia menyampaikan usulan. Namun, sang ketua kordinator tidak terima dan dengan emosi mengusir koordinator tersebut.
***
Kisah pilu selanjutnya datang dari seorang anak dara. Ayahnya seorang pengusaha. Awalnya usahanya lumayan sukses, lancar. Omset per harinya cukup besar, mencapai jutaan per hari dan puluhan juta per bulan.
Sejak ayahnya bergabung menjadi donatur pesantren Dul Kemit, tidak lagi bisa konsen terhadap niaganya. Sebagai koordinator, ia dipecut untuk bisa mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya. Akibatnya bisnis satu-satunya terbengkelai.
Selain itu, koordinator atasannya selalu datang menagih donasi. Mau tak mau uang modal dijadikan setoran. Mula-mula tak terasa. Lama kelamaan, modal habis dan usaha dagangnya mandeg, tak bisa operasional.
Di saat pailit, ujian Allah datang. Ia sakit parah sehingga tak bisa lagi beraktifitas apalagi menyetorkan donasi. Setiap koordinator datang menagih donasi, ia tak bisa memberi. Jangankan beraktifitas, membawa dirinya sendiri saja tidak bisa.
Dalam kondisi yang mengenaskan itu, bukannya ia dibantu biar bangkit, tetapi justru ditinggalkan dan dijauhi. Yang lebih menyakitkan lagi, ia dibilang kaslan. Tak ada satu pun koordinator atasannya yang datang menjenguknya hingga ia meninggal dunia.
Padahal biasanya datang tiap hari. Masya Allah, tega nian.
Beda lagi dengan cerita kang Encep. Ia bertemu eks bammaser, asal kediri adiknya bammaser Jawa Timur. Sekarang ia terbelit hutang karena program bammas yang mencekik kehidupannya. Hari-hari ia mencari setoran bammas.
Sampai-sampai tak sempat memikirkan biaya pendidikan anaknya sendiri. Akibatnya, hutang pendidikan anaknya melangit. Dalam kondisi sekarang, tidak mungkin ia bisa membayarnya. Dia mengeluhkan pimpinannya yang tidak memedulikannya.
Apalagi tahu Dul Kemit dan keluarganya hidup mewah bergelimangan rupiah. Sakiiiit hati.
Bahkan banyak kejadian yang sangat memprihatinkan di kalangan kordinator level bawah. Ada yang anak istrinya terlantar termasuk adik eks bammaser dari Kediri, kordinator Magetan.
Karena ketidakberdayaannya, anak-anaknya terpaksa diasuh oleh orangtuanya. Ekstrimnya, dititipkan kepada kakek-neneknya karena ayahnya sebagai penanggung jawab bammas harus jualan asongan dan jarang pulang.
Sementara ketua koordinator tingkat propinsi hidupnya berkecukupan. Bahkan mereka bagaikan raja-raja kecil bawahan Dul Kemit. Miris melihatnya.
Masihkah gak percaya….?
***
Sumber : Klik di sini